Senin, 25 Juni 2012

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KONSEP SUPERVISI


SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KONSEP SUPERVISI
“Sesungguhnya allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan orang-orang  yang berbuat kebajikan (Q.S. an-Nahl (16):12)”
Oleh: Jefri antoni, Lijariana, Mepra polgea, Nurhidayati, Tri hartati.

A.    PENDAHULUAN
Seperti yang dijelaskan dalam persentasi yang sebelumnya bahwasanya telah dijelaskan tentang pengertian supervisi itu sendiri. Namun untuk dapat memahami sejarah dan perkembangan konsep supervisi lebih baik kita dapat mengenal apa itu supervisi?
Menurut h. Burton dan leo J. Bruckner, “supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.[1] Secara substansia, arti supervisi mengandung unsur-unsur pokok yaitu: tujuan, situasi belajar-mengajar, pengawasan, pembinaan dan pemberian arah, penilaian kritis, dan tugas supervisor.
Pengembangan proses belajar-mengajar di sekolah sangat erat kaitannya dengan tugas-tugas supervisor. Oleh karena itu, apabila merujuk pada pengertian diatas, kedudukan supervisor sangat multidimensional, di samping sebagai kepala, pemipin, juga pelaksana.

B.     PEMBAHASAN
1.      SUPERVISI PADA MASA –MASA AWAL
Proses pendidikan  di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada.  Sebab dari hakekat manusia  kita sudah tahu, manusia sudah tidak  bisa tumbuh dan berkembang  oleh dirinya dan untuk dirinya sendiri.  Sejak bayi anak itu sudah membutuhkan  pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar dapat berkembang dengan baik. pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh orang lain dalam lingkungannya, Begitu juga menjelang dewasa mereka tetap mendapat pertolongan dari anggota –anggota masyarakat yang lebih luas untuk meyempurnakan perkembangannya.  Macam- macam pertolongan itu di sadari atau tidak oleh anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu mengembangkan dirinya.
Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk di pelajari adalah pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi.  Kemudian pada tahun 400 sampai 350  tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah dengan belajar membaca. Jadi yang di pelajari pada waktu itu adalah membaca dan menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.[2] 
Pada zaman Athena pendidikan lebih maju dan lebih di hargai dari pada zaman-zaman sebelumnya.  Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul pula. Ahli-ahli pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles.  Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani; kesenian, ilmu, dan pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirika sekolah Grammar yang mempelajari bahasa latin.  Grammar dipandang mampu atau sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa. Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama.  Supervisi dari pihak negara bertujuan membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan keinginan  dan garis yang di berikan oleh negara.  Sedangkan supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban membina atau mengawasi materi pendidikan agam dan moral. Kedua macam supervise ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
Sejalan dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban.  Pada abad-17 mula-mula banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor.  Rupanya sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala sekolah.  Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang di beri tanggung jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepalah sekolah yang senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah.  Akhirnya supervisi di serahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utam mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervise adalah sebagai tugas terakhir.
2.      SUPERVISI PADA ABAD KE -18
Supervisi  pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan mereka ini di angkat karena kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar .  Pada waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang du buat oleh para guru.
 Namun para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bag kepentingan atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus di lakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan  dan standar itu atau belum.  Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai.
 Kontrol pendidikan seperti ini juga di rasakan di Indonesia di abad itu. Para guru umumnya merasa takut bila didatangi supervisor yang lebih di kenal sebagi kontroler. Mereka sering datang tiba-tiba, dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu.  Mereka yang sebagian besar terdiri penjajah bangsa Belanda secara peampilan sudah menakutkan.  KOntrol seperti ini dapat membuat sekolah berdisiplin tinggi, tetapi kreativitas guru-guru atau sekolah cenderung mati. Yang melakukan supervise di Amerika Serikat ialah orang kebanyakan yang menjadi anggota organisasi pendidikan atau orang-orang yang cinta akan pendidikan mereka itu terdiri dari para pendeta, pengawas sekolah, para wali siswa, orang-orang pilihan,warga negara tertentu dan anggota panitia. Tugas mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditunjuk kepada efektivitas pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung.  Sebagai pecinta pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki pengajaran atau tidak. 
3.      SUPERVISI PADA ABAD KE -19
Abad ke-18, karena pengetahuannya dibidang  metodologi penelitian pengajaran di beri tugas mengawasi sekolah, pada abad ke-19 kedudukannya sudah meningkat. Mereka secara resmi di katakan supervisor sekolah. mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat di samakan dengan kantor perwakilan departemen pendidikan dan kebudayaan, baik di  tingkat provinsi, kabupaten maupun  kecamatan.  Hal ini di sebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat professional.
 Tugas para supervisor pada abad ini tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru, kewajiban supervisor semakin meluas. Kini tugas mereka adalah memperbaiki proses pendidikan, menunjukan kepada guru bagaimana mengajar dengan baik, membimbing guru serta memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat dan berdiskusi. Guru- guru yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru yang baru selesai study di bantu lewat penataran . Dalam hal ini supervisior bertindak sebagai penyelenggara, sedangkan menatar dilakukan oleh orang-orang yang lebih ahli (spesialis-spesialis).  Sifat penataran sebagian besar di tekankan kepada member contoh-contoh nyata sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang baik.  Para penatar akan di contoh kepribadiannya, cara mmbawa diri dalam proses belajar mengajar, caranya mengajar, membimbing para siswa, menilai dan sebagainya.
Supervisi pada abad ke-19 sudah di pandang  penting bagi kemajuan pengajaran. Oleh sebab itu supervisor lebih di atas dari  kepalah sekolah. Kedudukan supervisor lebih ditonjolkan karena kewajibannya dipandang lebih utama dari pada kewajiban kepala sekolah yaitu memperbaiki, mempertahankan, dan mengawasi proses pendidikan. Namu demikian keduanya baik supervisor ataupun kepala sekolah melaksanakan fungsi supervisi. Tetapi supervisi dari kepala sekolah tidak begitu lancar di sebabkan oleh tugas-tugas ketatahusahaan sekolah.  Pada abad ini supervisor-supervisor spesialis sudah mulai di kembangkan seperti ahli dalam bidang kurikulum, ahli dalam administrasi, ahli dalam keuangan dan sebagainya teknik-teknik supervisi juga mulai di kembangkan dan ditingkatkan, termasuk teknik pembinaan guru yang bersifat manusiawi.  Karena itu pada akhir abad ini supervisi di pandang sebagai fungsi demokrasi.
4.      SUPERVISI ILMIAH
Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19 membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan pada juga dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of Scientific Management”  prinsip-prinsip manajemen tersebut adalah (1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah (2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, (3) Kerja sama manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah, dan (4) Ada kesamaan antara manajer dan pekerja. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat di pahami bahwa manajemen ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan jelas dan dan dengan cara yang sudah di pahami secara jelas pula. Sejalan dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan cirri-ciri sebagai berikut: (1) Spesialisasi, (2) Orientasi Imperonal, (3) Hirarki Otoritas, (4) Peraturan-peraturan dan (5) Orientasi prestasi kerja.
  Organisasi pendidikan pada waktu itu diwarnai oleh prinsip-prinsip tersebut. Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan yang ketat, tugas-tugas tadi buat secara mendetail dan sejelas mungkin, komunikasi di atur menurut garis yang sudah di tentukan, kontrol diadakan terhadap cara bekerja dengan prestasi, kerja menurut kriteria tertentu dan hubungan atasan dengan  bawahan menjadi fomal. Supervisi sebagai sub system pendidikan sudah tentu mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini tugas supervisi dikhususkan pada pembinaan guru-guru.  Supervisor berpegang pada tujuan sekolah, koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru dengan segala aktivitasnya yang sudah di tentukan kualitasnya secara jelas.  Sebelum muncul manajemen ilmiah tidak ada ketentuan yang pasti atau patokan yang bisa di pakai pegangan oleh para supervisor. Kini mereka mengontrol segalah aktivitas yang di lakukan ole guru-guru, mencocokan dengan jadwal kerja, metode mengajar,  kepribadian dengan peraturan yang sudah di gariskan. Mencocokan prestasi kerja atau hasil belajar pra siswa dengan standar prestasi yang sudah di sediakan. Serta member insentif kepada guru-guru yang berprestasi.
    Supervisor berusaha meningkatkan cara bekerja guru-guru. Mereka di beri gambaran tentang kuaifikasi guru yang di cita-citakan. Mereka dimotivasi dan di himbau untuk mengejar cita-cia itu. Suatu cita-cita tentang perilaku, ketrampilan dan cara kerja yang sudah jelas wuudnya.  Salah satu alat untuk memacu mengejar cita-cita adalah dengan insentif. Insentif itu dapat berupa materi, promosi dan penghargaan sosial.
   Tugas utama supervisor ilmiah adalah mencari undang-undang atau peraturan dan melaksanakan peraturan-peraturan tersebut kepada guru-guru. Hal ini masuk akal sebab organisasi  sekolah melakukan semua operasinya berupa administrasi sekolah tidak boleh melakukan administrasi di luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan. Begitu pula mengenai administrasi yang menyangkut aktivitas guru-guru atau cara-caraguru mengajar siswanya tidak boleh menyimpang dari undang-undang tentang perilaku guru, hubungan guru dengan siswa dan cara guru membimbing siswa belajar. Contoh undang-undang atau pearaturan-peraturan yang dicari antara lain:
1.       Berapa jam belajar teori perminggu dan berapa jam praktek.
2.         Metode-metode  mengajar mana yang cocok dipakai di kelas  siswa yang memiliki kemampuan rendah dan metode yang mana cocok di pakai untuk kelas yang memiliki kemampuan lebih.
3.      Kecocokan metode  mengajar dengan bidang studi
4.      Bagaimana prosedur belajar dan mengajar yang baik
5.      Macam-macam alat evaluasi yang di perlukandan seterusnya.

Tidak ada hak bagi guru dan supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang, tetapi bukanlah undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan utama pendidikan adalah perkembangan peserta didik  itu sendiri.
  Supervisi ilmiah mempunyai kaitan dengan supervisi spesialis. Sebab supervisi ilmiah diilhami oleh revolusi industri yang sangat memperhatikan pengkhususan-pengkhususan  dan diperkuat prinsip spesialisasi Weber. Jadi supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu ada supervisor- supervisor spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang diadakan pada waktu itu masih terbatas, mugkun karena diferensiasi bidang studi belum sebesar sekarang. Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu ialah:
1.      Spesialis atau kepala bidang studi bahasa
2.      Spesialis atau kepala bidang studi matematika
3.      Spesialis atau kepala bidang studi ilmu sosial
4.      Spesialis atau kepala bidang studi sains
Dengan adanya supervisor spesialis ini timbullah problem dengan kepala sekolah dalam menangani bidang studi tertentu di sekolah. Problem itu berupa kesulitan menentukan otoritas, otoritas, fungsi dan prosedur kerja. Siapakah diantara keduanya lebih berwewenang menangani guru-guru apakah prosedur kerja yang ditempuh oleh keduanya sama.
5.      SUPERVISI MANUSIAWI
Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang di berikan secara otoriter dari para administrator sekolah.  Mereka tidak setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan.  Hasil studi Hawthrone menunjukan sosial para pekerja (guru-guru) yang baik akan meningkatakan keakraban kerja.  Kelompok ini akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya.  Para penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan.  Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama mempunyai kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan. Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara horizontal di sekolah perlu dikembangkan. Dengan demikian diharapkan guru-guru akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif bagi peserta didik.
  Tugas supervisor bukanlah mencari undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta mengontol guru agar menepati undang-undang itu.  Tugas supervisor bukan menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi adalah suatu proses pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.  Mereka di dorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisitif, mereka diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan.  Dengan demikian tugas supervisor adalah (1) Menciptakan iklim sekolah yang santai dan (2) memperluas partisipasidi kalangan personalia sekolah, disamping tugas memperbaiki staf pengajar. Yang di maksud dengan iklim sekolah yang santai suatu iklim yang tidak tegang akibat control yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat,  melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
  SUPERVISI PADA ZAMAN SEKARANG
Supervisi ini mempunyai cirri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot. Menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi.  Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Karakteristik yang kedua ialah demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.  
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu.  Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitori guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah.  Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif. 
Untuk mempermudah pelaksanaan tugas, supervisi perlu mengerti atau memahami kepribadian setiap guru. Setiap guru dan personalia sekolah memiliki kepribadian yang unik.  Supervisor harus memahami keunikan setiap individu yang dibinannya.  Pemahaman terhadap individu merupakan strategi bagi supervisor dalam aksinya mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi individu tersebut. Setiap guru membutuhkan teknik pembinaan tersendiri sesuai keunikan mereka masing-masing.  
Supervisor juga membutuhkan kesensitivan dalam berkomonikasi dengan guru dan  juga harus peka agar cepat tahu apa permasalahan yang dihadapi oleh guru.  Pengetahuan ini memberikan jalan baginya untuk mengatur strategi lebih lanjut.
Supervisor dengan kepemimpinannya akan berusaha mengadakan kerjasama dengan guru-guru dan personalia sekolah lainya dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar disekolah.  Supervisor berusaha menciptakan suasana kondusif, sehingga memungkinkan saling memberi dan saling menerima. Dalam situasi seperti ini tidak ada satupun yang mendominasi kelompok.  Setiap anggota kelompok merasa berharga bisa dihargai. Situasi dan perasaan seperti ini memungkinkan penyelesaian suatu masalah atau diskusi bisa berjalan lancar.
Supervisi secara demokratis tersebut di atas tidak mudah dipraktekkan. Dalam pertemuan-pertemuan pendidikan antara atasan sebagai supervisor dengan bawahan di Indonesia sangat langkah di jumpai proses demokrasi. Pada umumnya kelompok masih didominasi oleh pemimpin. Hal ini dibenarkan oleh hasil penelitian Beeby yang mengatakan bahwa sikap guru–guru di Indonesia bersifat tradisional yang otoriter, yaitu menunggu istruksi atasan untuk mengadakan perubahan. 
Karakter supervisi modern yang ketiga adalah komprensif.  Suatu yang supervisi berlangsung  dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk  dan isi supervisi untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara  yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ketingkat yang paling tinggi.
Kesamaan metode belajar mengajar disini tidak sama persis utuk semua tingkat  sekolah dan semua bidang studi melainkan yang sama adalah prinsipnya. Misalnya semua menggunakan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  Sehingga belajar dari siswa dari tingkat sekolah ke tingkat yang lain menjadi lancar karena sudah biasa dengan KTSP.  Begitu pula materi yang dipelajari secara prinsip sama yaitu dapat menunjang pembentukan manusia seutunya, hanya tingkat kesukaran yang perlu berbeda. Selain komprehensif ditujukan kepada kurikukulum, juga komprehensif terhadap personalia sekolah  mencangkup kepalah sekolah, para guru, para pegawai tatausaha dan para siswa diarahkan dalam pencampaian tujuan pendidikan.
Mark  membuat perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip dari Burton dan  Brueckner (1978 hal. 12) supervisi tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung dan berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter dan (6) biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1) pragamatis dan menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja sama, dan oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud dengan supervise yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik terakhir dari supervise modern menurut pandangan Neagley.
Sergiovani membedakan supervise tradisional dengn supervise tradisonal dengan supervisi modern dari segi perlakuan terhadap personalia sekolah  yang dia sebut sebagai variable perantara (mediating variables). Supervisi tradisional tidak memakai variable ini sealiknya supervise modern menggunakannya dan lebih berhasil.
Ada tiga variable dalam hubungan dengan supervisi pendidikan. Variabel-variabel tersebut ialah variable awal (initiating variables) yang mencakup:
1.      Supervisi yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan, dan dirinya sendiri.
2.      Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi.
3.      Elemen-elemen struktur organisasi.
4.      Sistem otoritas.
5.      Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya.

Variabel kedua ialah variable perantara yang mencangkup:
1.      Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar hubungan mereka.
2.      Tingkat kepuasan bekerjaKomitmen staf terhadap tujuan sekolah.
3.      Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru.
4.      Tingkat kesetian guru-guruKepercayaan dan keakraban antar personalia sekolah.
5.      Kemauan untuk mengontrol kepercayaan trsendiri Fasilitas untuk berkomunikasi
Variabel yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang mencagkup:
1.      Tingkat performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya
2.      Tingkat performan para siswa
3.      Tingkat perkembangan dan pertunbuhan para siswa
4.      Peningkatan organisasi personali sekolah
5.      Laju presensi dan absensi staf
6.      Laju absensi dan drop out para siswa
7.      Kualitas hubungan sekolah dengan masyarakat
8.      Kualitas hubungan personalia sekolah

Dikatakan lebih lanjut bahwa supervise trdisional hanya mengejar kesuksesan jangka pendek saja, dengan bertitik tolak pada variable awal tanpa mengihiraukan variable perantara. Itulah sebabnya kesuksesan mudah lenyap sebab semangat pelaksana-pelaksananya mudah memudah.

Menyadari kelemahan supervisi tradisional tersebut, maka supervise modern  meletakan kunci pengeerakanya pada organisasi personaliannya yaitu para pelaksana yang dikatakan sebagai variable perantara, walaupun diakui  bahwa variable ini juga di pengaruhi dan ditentukan oleh variable awal.  Variable yang terdiri dari sikap, kepuasan bekerja, komitmen, kesetiaan dan sebagainya merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah. Menyadari hal ini, yang pertama-tama ditangani oleh supervisor modern adalah organisasi personalia sekolah yaitu orang-orang yang melaksanakan pendidikan itu.  Dengan cara ini mungkin kesuksesan pendidikan tidak segera akan Nampak tetapi secara berangsur-angsur dalam jangkah panjang sangat mungkin  akan tercapai. Lagi pula kesuksesan seperti itu akan lama bertahan bahkan cara ini dapat di pandang sebagai strategi untuk melestarikan kesuksesan pendidikan
Bila metode intelegensi praktis yang akan dipilih untuk menimbulkan kegairahan guru mengajar, konsekuensinya ialah para supervisor harus mampu membimbing para guru cara menentukan metode-metode belajar mengajar yang baru.  Cara itu mengikuti metode analisis ilmiah yang dipelopori  oleh Jhon Dewey, yaitu dengan mengajukan hipotesis dan menginterprestasi, akhirnya merumuskan metode baru.
Misalnya guru ingin menemukan metode belajar mengajar lingkungan hidup yang refektif, yang dapat membuat para siswa sadar akan pentingnya memelihara lingkungan hidup, paham akan caranya, dan mau melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini supervisor akan memberi kesempatan dan mendorong guru yang bersangkutan untuk mengadakan studi literature untuk membentuk hipotesis, kemudian membuat rancangan eksperimen kecil-kecilan, mengobservasi dan menilai fakta, kemudian menentukan keberhasilan eksperimen tersebut. hasil ini yang akan menentukan apakah metode belajar mengajar yang baru itu bisa dipakai atau tidak.
Dari uraian dapat disimpulkan bahwa supervise modern adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing.  Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis.  Supervisi dilakukan dengan cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan prinsip-prinsip yang di pakai dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip materi dengan baik secara vertical maupun secara horizontal.
Teori supervisi modern tersebut mungkin mengundang pertanyaan, apakah teori itu dapat diterapkan di lapangan dalam arti cocok dengan situasi dan kondisi pada zaman sekarang yang dikatakan sebagai zaman modern ? Apakah guru-guru bisa dimanfaatkan untuk mengintervensi kemajuan pendidikan ? apakah semua guru aktif ?, dinamis, mau bekerja keras tanpa pamrih ? Apakah semua besikap professional dalam arti bertekat meningkatkan profesinya setinggi-tingginya ? berapa banyak gurukah yang dapat melepaskan  dari adat tradisional otoriter seperti di kemukakan Beeby dalam hasil penelitiannya di Indonesia? berapa banyakah pemimpin pendidikan mampu melaksanakan prisip demokrasi secara murni dalam rapat-rapat kerja di lingkungan masing-masing?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab melalui observasi di lapangan sebelum melaksanakan supervise modern itu.  Jawaban pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menentukan apakah supervisi itu bisa di laksanakan atau tidak.  Atau dapat dibentuk model supervisi yang khusus untuk Indonesia.  Nampaknya yang dikatakan oleh Robbins bahwa kita atau supervisor tida perlu ketat bercermin kepada teori dalam melaksanakan tugas-tugasnya memang benar. Manfaatkanlah realita yang ada sekarang untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya, yaitu kesuksesan dalam bidang pendidikan.
6.      KECENDERUNGAN SUPERVISI PADA MASA MENDATANG.
Ada beberapa ramalan tentang bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan datang. Yang bisa di kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari sudut professional guru, sedang lain meninjau dari sudut politik negara.  Atau yang satu melihat kecenderungan supervisi terpusat pada pengembangan profesi pendidik, yang lain melihat kecenderungan itu bertitik pusat pada politik negara.  
Marks nampak membatasi diri pada dunia pendidikan rupanya menghubungkan pendidikan dengan situasi dunia sekarang, khususnya dalam bidang politik, Lucia melihat kecenderungan-kecenderungan sekolah pada masa yang akan datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang pendidikan merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta memajukan nusa dan bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan situasi dunia yang penuh dengan usaha merebut pengaruh dan persaingan kekuatan di antara dua negara raksasa. Pemerintah memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar anggota masyarakat yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara, berdiri sendiri, dan tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila demikian halnya, maka supervisor akan berada diantara sebagian alat Negara dan dan sebagai professional. Karena itu disarankan peranan supervisor sebagai berikut:
1.      Sebagai perantara dalam menyampaikan minat para siswa, orag tua dan program sekolah kepada pemerintah dan badan-badan lain.
2.      Memonitor penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
3.      Merencanakan program untuk populasi pendidikan yang baru
4.      .Mengembagkan program yang baru untuk jabatan baru yang mungkin munculmengkombinasikan program yang di ajukan pemerintah, perdagangan dan industry menilai dan meningkatkan pengertian gaya kehidupan.
5.      Memilih inovasi yang konsisten dengan masa yang akan datang.
Ramalan yang sifatnya menjangkau terlalu jauh kepada masa yang akan datang seringkali tidak tepat.  Pengajaran dengan mesin yang diramalkan pada tahun 1960-an akan menguasai dunia pendidikan, ternyata hal itu tidak terjadi sampai sekarang . Oleh sebab itu membuat ramalan dalam bidang supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu menjangkau terlalu kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun) merumuskan model supervisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan  pengalaman-pengalaman yang lampau dan antisipasi satu pelita.
C.     KESIMPULAN
Sejarah perkembangan supervisi ternyata telah ada sejak pada masa awal, abad ke-18 sampai saat pada zaman yang semakin modern ini. Pada bagian diatas telah dijelaskan mengenai perjalanan supervisi dari yang sangat sederhana sampai saat masa-masa yang modern dan semakin canggih. Kerjasama antara kepala sekolah dan personal sekolah lainya sangat dipentingkan, demi mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih maksimal. Setiap jangka waktu tertentu perlunya merumuskan model revisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lampau atau yang telah di lewati dan antisipasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selain personil sekolah, orang tua dan masyarakat juga berperan penting dalam melaksanakan supervisi yang berkualitas.  supervise modern adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing.  Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis.




                           DAFTAR PUSTAKA

Herabudin, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,Bandung: Pustaka Setia 2009.
Pidarta,Made Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara1992.




[1] Herabudin, administrasi dan supervisi pendidikan,(bandung: pustaka setia 2009).h.195
[2] Pendidikan mendapat perhatian sebagai hal yang sangat penting ialah pada zaman Sparta. Pemerintahan pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan negara. Pendidik bertugas pengembangkan, mempertahankan, dan melindungi negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut Paidonomous. Lihat Made Pidarta, pemikiran tentang supervisi pendidikan,(jakarta: bumi aksara1992),h. 23-24 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar