SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KONSEP
SUPERVISI
“Sesungguhnya allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebajikan (Q.S.
an-Nahl (16):12)”
Oleh: Jefri antoni, Lijariana, Mepra polgea, Nurhidayati, Tri hartati.
A.
PENDAHULUAN
Seperti yang
dijelaskan dalam persentasi yang sebelumnya bahwasanya telah dijelaskan tentang
pengertian supervisi itu sendiri. Namun untuk dapat memahami sejarah dan
perkembangan konsep supervisi lebih baik kita dapat mengenal apa itu supervisi?
Menurut h.
Burton dan leo J. Bruckner, “supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang
tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.[1]
Secara substansia, arti supervisi mengandung unsur-unsur pokok yaitu: tujuan,
situasi belajar-mengajar, pengawasan, pembinaan dan pemberian arah, penilaian
kritis, dan tugas supervisor.
Pengembangan
proses belajar-mengajar di sekolah sangat erat kaitannya dengan tugas-tugas
supervisor. Oleh karena itu, apabila merujuk pada pengertian diatas, kedudukan
supervisor sangat multidimensional, di samping sebagai kepala, pemipin, juga
pelaksana.
B.
PEMBAHASAN
1.
SUPERVISI PADA MASA –MASA AWAL
Proses
pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu
sudah ada sejak manusia itu ada. Sebab dari hakekat manusia kita
sudah tahu, manusia sudah tidak bisa tumbuh dan berkembang oleh
dirinya dan untuk dirinya sendiri. Sejak bayi anak itu sudah
membutuhkan pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar dapat
berkembang dengan baik. pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh orang
lain dalam lingkungannya, Begitu juga menjelang dewasa mereka tetap mendapat
pertolongan dari anggota –anggota masyarakat yang lebih luas untuk
meyempurnakan perkembangannya. Macam- macam pertolongan itu di sadari
atau tidak oleh anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu
mengembangkan dirinya.
Pada zaman Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya
sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat
individual. Nampaknya inisiatif untuk belajar timbul dari individu-individu
yang ingin mengetahui sesuatu. Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk di
pelajari adalah pelajaran untuk menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum
masehi. Kemudian pada tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi
materi pelajaran di tambah dengan belajar membaca. Jadi yang di pelajari pada
waktu itu adalah membaca dan menulis. yang mengajar bukanlah guru-guru,
melaikan tutor, yang menuntut keterampilan untuk melatih para siswa untuk
menulis dan membaca.[2]
Pada zaman
Athena pendidikan lebih maju dan lebih di hargai dari pada zaman-zaman
sebelumnya. Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan spesialis.
Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu,
pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul pula. Ahli-ahli pikir yang terkenal
pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kerajaan Romawi
mewarisi kebudayaan Yunani; kesenian, ilmu, dan pendidikan maju dengan pesat.
Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirika sekolah Grammar yang mempelajari
bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau sebagai alat yang ampuh untuk
meningkatkan daya pikir dan logika para siswa. Begitu pula pada zaman ini
perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping sekolah Grammar dan
Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat
dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar
bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah
sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada
dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu supervisi dari pihak negara
dan supervisi dari pihak agama. Supervisi dari pihak negara bertujuan
membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan
keinginan dan garis yang di berikan oleh negara. Sedangkan
supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama berkewajiban
membina atau mengawasi materi pendidikan agam dan moral. Kedua macam supervise
ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi pendidikan.
Sejalan
dengan perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika
Serikat pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17 mula-mula
banyak pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya
sekolah-sekolah tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau
otoritasnya berkurang, tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima
mereka dengan catatan nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama
baru ini mungkin dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah
hirarki kepala sekolah. Perkembangan selanjutnya ialah hanya
kepala-kepala sekolah yang sudah senior/professional saja yang di beri tanggung
jawab untuk melaksanakan supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian
sekolah-sekolah baru pada abad ke-19, para supervisor dan kepalah sekolah yang
senior/professional ini tidak dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak
sekolah. Akhirnya supervisi di serahkan kepada kepala-kepala sekolah
namun tugas utam mereka tetap mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin,
sedangkan supervise adalah sebagai tugas terakhir.
2.
SUPERVISI PADA ABAD KE -18
Supervisi pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia
kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan mereka ini di
angkat karena kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar . Pada
waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru
mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul
istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di
mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan
yang du buat oleh para guru.
Namun para supervisor ini hanya merupakan alat
pencatat saja bag kepentingan atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru
itu sudah bekerja dengan benar atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab
apa yang patut dilakukan guru sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah
mempunyai aturan-aturan dan standar yang harus di lakukan. Tugas supervisor
adalah mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan dan
standar itu atau belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan,
supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana
memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai.
Kontrol pendidikan seperti ini juga di rasakan
di Indonesia di abad itu. Para guru umumnya merasa takut bila didatangi
supervisor yang lebih di kenal sebagi kontroler. Mereka sering datang
tiba-tiba, dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu. Mereka yang
sebagian besar terdiri penjajah bangsa Belanda secara peampilan sudah
menakutkan. KOntrol seperti ini dapat membuat sekolah berdisiplin tinggi,
tetapi kreativitas guru-guru atau sekolah cenderung mati. Yang melakukan
supervise di Amerika Serikat ialah orang kebanyakan yang menjadi anggota
organisasi pendidikan atau orang-orang yang cinta akan pendidikan mereka itu
terdiri dari para pendeta, pengawas sekolah, para wali siswa, orang-orang
pilihan,warga negara tertentu dan anggota panitia. Tugas mereka melakukan
inspeksi ke sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditunjuk kepada efektivitas
pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung. Sebagai pecinta
pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki
pengajaran atau tidak.
3.
SUPERVISI PADA ABAD KE -19
Abad ke-18, karena pengetahuannya dibidang
metodologi penelitian pengajaran di beri tugas mengawasi sekolah, pada abad
ke-19 kedudukannya sudah meningkat. Mereka secara resmi di katakan supervisor
sekolah. mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan
yang di Indonesia dapat di samakan dengan kantor perwakilan departemen pendidikan
dan kebudayaan, baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun
kecamatan. Hal ini di sebabkan karena mereka kini sudah berkembang
menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19
sudah bersifat professional.
Tugas para supervisor pada abad ini tidak lagi
hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, tidak lagi bersifat otokrasi,
melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas guru, kewajiban
supervisor semakin meluas. Kini tugas mereka adalah memperbaiki proses
pendidikan, menunjukan kepada guru bagaimana mengajar dengan baik, membimbing
guru serta memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat dan berdiskusi. Guru-
guru yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru yang baru selesai study di
bantu lewat penataran . Dalam hal ini supervisior bertindak sebagai
penyelenggara, sedangkan menatar dilakukan oleh orang-orang yang lebih ahli
(spesialis-spesialis). Sifat penataran sebagian besar di tekankan kepada
member contoh-contoh nyata sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang baik.
Para penatar akan di contoh kepribadiannya, cara mmbawa diri dalam proses
belajar mengajar, caranya mengajar, membimbing para siswa, menilai dan
sebagainya.
Supervisi pada abad ke-19 sudah di pandang
penting bagi kemajuan pengajaran. Oleh sebab itu supervisor lebih di atas
dari kepalah sekolah. Kedudukan supervisor lebih ditonjolkan karena
kewajibannya dipandang lebih utama dari pada kewajiban kepala sekolah yaitu
memperbaiki, mempertahankan, dan mengawasi proses pendidikan. Namu demikian
keduanya baik supervisor ataupun kepala sekolah melaksanakan fungsi supervisi.
Tetapi supervisi dari kepala sekolah tidak begitu lancar di sebabkan oleh
tugas-tugas ketatahusahaan sekolah. Pada abad ini supervisor-supervisor
spesialis sudah mulai di kembangkan seperti ahli dalam bidang kurikulum, ahli
dalam administrasi, ahli dalam keuangan dan sebagainya teknik-teknik supervisi
juga mulai di kembangkan dan ditingkatkan, termasuk teknik pembinaan guru yang
bersifat manusiawi. Karena itu pada akhir abad ini supervisi di pandang
sebagai fungsi demokrasi.
4.
SUPERVISI ILMIAH
Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi
pada abad 18 dan 19 membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan,
manajemen, dan pada juga dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang
di pandang sebagai bapak manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul
“Principle Of Scientific Management” prinsip-prinsip manajemen tersebut
adalah (1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah (2)
Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, (3) Kerja sama
manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah, dan (4) Ada kesamaan antara
manajer dan pekerja. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat di pahami bahwa
manajemen ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah
ditentukan dengan jelas dan dan dengan cara yang sudah di pahami secara jelas
pula. Sejalan dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber
mengembangkan struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan cirri-ciri sebagai
berikut: (1) Spesialisasi, (2) Orientasi Imperonal, (3) Hirarki Otoritas, (4)
Peraturan-peraturan dan (5) Orientasi prestasi kerja.
Organisasi pendidikan pada waktu itu
diwarnai oleh prinsip-prinsip tersebut. Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan
yang ketat, tugas-tugas tadi buat secara mendetail dan sejelas mungkin,
komunikasi di atur menurut garis yang sudah di tentukan, kontrol diadakan
terhadap cara bekerja dengan prestasi, kerja menurut kriteria tertentu dan
hubungan atasan dengan bawahan menjadi fomal. Supervisi sebagai sub
system pendidikan sudah tentu mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini
tugas supervisi dikhususkan pada pembinaan guru-guru. Supervisor
berpegang pada tujuan sekolah, koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru
dengan segala aktivitasnya yang sudah di tentukan kualitasnya secara
jelas. Sebelum muncul manajemen ilmiah tidak ada ketentuan yang pasti
atau patokan yang bisa di pakai pegangan oleh para supervisor. Kini mereka
mengontrol segalah aktivitas yang di lakukan ole guru-guru, mencocokan dengan
jadwal kerja, metode mengajar, kepribadian dengan peraturan yang sudah di
gariskan. Mencocokan prestasi kerja atau hasil belajar pra siswa dengan standar
prestasi yang sudah di sediakan. Serta member insentif kepada guru-guru yang
berprestasi.
Supervisor berusaha
meningkatkan cara bekerja guru-guru. Mereka di beri gambaran tentang kuaifikasi
guru yang di cita-citakan. Mereka dimotivasi dan di himbau untuk mengejar
cita-cia itu. Suatu cita-cita tentang perilaku, ketrampilan dan cara kerja yang
sudah jelas wuudnya. Salah satu alat untuk memacu mengejar cita-cita
adalah dengan insentif. Insentif itu dapat berupa materi, promosi dan
penghargaan sosial.
Tugas utama supervisor ilmiah adalah
mencari undang-undang atau peraturan dan melaksanakan peraturan-peraturan
tersebut kepada guru-guru. Hal ini masuk akal sebab organisasi sekolah
melakukan semua operasinya berupa administrasi sekolah tidak boleh melakukan
administrasi di luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan. Begitu pula
mengenai administrasi yang menyangkut aktivitas guru-guru atau cara-caraguru
mengajar siswanya tidak boleh menyimpang dari undang-undang tentang perilaku
guru, hubungan guru dengan siswa dan cara guru membimbing siswa belajar. Contoh
undang-undang atau pearaturan-peraturan yang dicari antara lain:
1.
Berapa jam belajar teori perminggu dan berapa jam
praktek.
2. Metode-metode
mengajar mana yang cocok dipakai di kelas siswa yang memiliki kemampuan
rendah dan metode yang mana cocok di pakai untuk kelas yang memiliki kemampuan
lebih.
3.
Kecocokan
metode mengajar dengan bidang studi
4.
Bagaimana
prosedur belajar dan mengajar yang baik
5.
Macam-macam
alat evaluasi yang di perlukandan seterusnya.
Tidak ada
hak bagi guru dan supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang, tetapi
bukanlah undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan
utama pendidikan adalah perkembangan peserta didik itu sendiri.
Supervisi ilmiah mempunyai kaitan dengan
supervisi spesialis. Sebab supervisi ilmiah diilhami oleh revolusi industri
yang sangat memperhatikan pengkhususan-pengkhususan dan diperkuat prinsip
spesialisasi Weber. Jadi supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu ada
supervisor- supervisor spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang
diadakan pada waktu itu masih terbatas, mugkun karena diferensiasi bidang studi
belum sebesar sekarang. Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu
ialah:
1.
Spesialis
atau kepala bidang studi bahasa
2. Spesialis
atau kepala bidang studi matematika
3. Spesialis
atau kepala bidang studi ilmu sosial
4. Spesialis
atau kepala bidang studi sains
Dengan adanya supervisor spesialis ini timbullah
problem dengan kepala sekolah dalam menangani bidang studi tertentu di sekolah.
Problem itu berupa kesulitan menentukan otoritas, otoritas, fungsi dan prosedur
kerja. Siapakah diantara keduanya lebih berwewenang menangani guru-guru apakah
prosedur kerja yang ditempuh oleh keduanya sama.
5.
SUPERVISI MANUSIAWI
Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode
dan kurikulum yang di berikan secara otoriter dari para administrator sekolah.
Mereka tidak setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri
oleh pimpinan. Hasil studi Hawthrone menunjukan sosial para pekerja
(guru-guru) yang baik akan meningkatakan keakraban kerja. Kelompok ini
akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan
kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya. Para
penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan.
Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama
mempunyai kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan.
Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara
horizontal di sekolah perlu dikembangkan. Dengan demikian diharapkan guru-guru
akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif bagi peserta didik.
Tugas supervisor bukanlah mencari
undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan di sekolah serta mengontol
guru agar menepati undang-undang itu. Tugas supervisor bukan menginspeksi
guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi adalah suatu proses
pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan tingkat kemampuannya,
sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi. Mereka di
dorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk berinisitif, mereka diajak
berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan pikiran
mereka dimanfaatkan. Dengan demikian tugas supervisor adalah (1)
Menciptakan iklim sekolah yang santai dan (2) memperluas partisipasidi kalangan
personalia sekolah, disamping tugas memperbaiki staf pengajar. Yang di maksud
dengan iklim sekolah yang santai suatu iklim yang tidak tegang akibat control
yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat,
melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin
bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
SUPERVISI PADA ZAMAN SEKARANG
Supervisi ini mempunyai cirri-ciri dinamis dan
demokratis yang merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot. Menciptakan
dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf.
Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan
supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut
aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Karakteristik yang kedua ialah demokratis, istilah
demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti dan memahami,
sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif,
kreatif, dan banyak inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi
yang tidak hanya mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh
lebih luas dari pada itu. Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar
proses belajar memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar
yang baik, memonitori guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah,
mencari sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak
hanya mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru,
tetapi juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat
salah. Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang
dihadapi itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan
berinisiatif.
Untuk mempermudah pelaksanaan tugas, supervisi perlu
mengerti atau memahami kepribadian setiap guru. Setiap guru dan personalia
sekolah memiliki kepribadian yang unik. Supervisor harus memahami
keunikan setiap individu yang dibinannya. Pemahaman terhadap individu
merupakan strategi bagi supervisor dalam aksinya mempengaruhi, mengarahkan dan
memotivasi individu tersebut. Setiap guru membutuhkan teknik pembinaan
tersendiri sesuai keunikan mereka masing-masing.
Supervisor juga membutuhkan kesensitivan dalam
berkomonikasi dengan guru dan juga harus peka agar cepat tahu apa
permasalahan yang dihadapi oleh guru. Pengetahuan ini memberikan jalan
baginya untuk mengatur strategi lebih lanjut.
Supervisor dengan kepemimpinannya akan berusaha
mengadakan kerjasama dengan guru-guru dan personalia sekolah lainya dalam usaha
meningkatkan proses belajar mengajar disekolah. Supervisor berusaha
menciptakan suasana kondusif, sehingga memungkinkan saling memberi dan saling
menerima. Dalam situasi seperti ini tidak ada satupun yang mendominasi
kelompok. Setiap anggota kelompok merasa berharga bisa dihargai. Situasi
dan perasaan seperti ini memungkinkan penyelesaian suatu masalah atau diskusi
bisa berjalan lancar.
Supervisi secara demokratis tersebut di atas tidak
mudah dipraktekkan. Dalam pertemuan-pertemuan pendidikan antara atasan sebagai
supervisor dengan bawahan di Indonesia sangat langkah di jumpai proses
demokrasi. Pada umumnya kelompok masih didominasi oleh pemimpin. Hal ini
dibenarkan oleh hasil penelitian Beeby yang mengatakan bahwa sikap guru–guru di
Indonesia bersifat tradisional yang otoriter, yaitu menunggu istruksi atasan
untuk mengadakan perubahan.
Karakter supervisi modern yang ketiga adalah
komprensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah
untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi
untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini
dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa
mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia
sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara yang monoton
misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar
dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ketingkat yang paling tinggi.
Kesamaan metode belajar mengajar disini tidak sama
persis utuk semua tingkat sekolah dan semua bidang studi melainkan yang
sama adalah prinsipnya. Misalnya semua menggunakan prinsip Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) Sehingga belajar dari siswa dari tingkat
sekolah ke tingkat yang lain menjadi lancar karena sudah biasa dengan
KTSP. Begitu pula materi yang dipelajari secara prinsip sama yaitu dapat
menunjang pembentukan manusia seutunya, hanya tingkat kesukaran yang perlu
berbeda. Selain komprehensif ditujukan kepada kurikukulum, juga komprehensif
terhadap personalia sekolah mencangkup kepalah sekolah, para guru, para
pegawai tatausaha dan para siswa diarahkan dalam pencampaian tujuan pendidikan.
Mark membuat perbandingan supervisi tradisional
dengan supervisi modern yang ia kutip dari Burton dan Brueckner (1978
hal. 12) supervisi tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru ,
(3) berkunjung dan berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki
dan otoriter dan (6) biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1)
pragamatis dan menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru,
siswa, dan lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan
dan organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja
sama, dan oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud
dengan supervise yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik
terakhir dari supervise modern menurut pandangan Neagley.
Sergiovani membedakan supervise tradisional dengn
supervise tradisonal dengan supervisi modern dari segi perlakuan terhadap
personalia sekolah yang dia sebut sebagai variable perantara (mediating
variables). Supervisi tradisional tidak memakai variable ini sealiknya
supervise modern menggunakannya dan lebih berhasil.
Ada tiga variable dalam hubungan dengan supervisi
pendidikan. Variabel-variabel tersebut ialah variable awal (initiating variables)
yang mencakup:
1.
Supervisi yang memegang referensi untuk
teman-temannya, para bawahan, dan dirinya sendiri.
2.
Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi.
3.
Elemen-elemen struktur organisasi.
4.
Sistem otoritas.
5.
Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya.
Variabel kedua ialah variable perantara yang
mencangkup:
1.
Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap
jabatan dan antar hubungan mereka.
2.
Tingkat kepuasan bekerjaKomitmen staf terhadap tujuan
sekolah.
3.
Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru.
4.
Tingkat kesetian guru-guruKepercayaan dan keakraban
antar personalia sekolah.
5.
Kemauan untuk mengontrol kepercayaan trsendiri Fasilitas
untuk berkomunikasi
Variabel
yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang mencagkup:
1. Tingkat
performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya
2. Tingkat
performan para siswa
3. Tingkat
perkembangan dan pertunbuhan para siswa
4. Peningkatan
organisasi personali sekolah
5. Laju
presensi dan absensi staf
6. Laju absensi
dan drop out para siswa
7. Kualitas
hubungan sekolah dengan masyarakat
8. Kualitas
hubungan personalia sekolah
Dikatakan lebih lanjut bahwa supervise trdisional
hanya mengejar kesuksesan jangka pendek saja, dengan bertitik tolak pada
variable awal tanpa mengihiraukan variable perantara. Itulah sebabnya
kesuksesan mudah lenyap sebab semangat pelaksana-pelaksananya mudah memudah.
Menyadari kelemahan supervisi tradisional tersebut,
maka supervise modern meletakan kunci pengeerakanya pada organisasi
personaliannya yaitu para pelaksana yang dikatakan sebagai variable perantara,
walaupun diakui bahwa variable ini juga di pengaruhi dan ditentukan oleh
variable awal. Variable yang terdiri dari sikap, kepuasan bekerja,
komitmen, kesetiaan dan sebagainya merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya di sekolah. Menyadari hal ini, yang pertama-tama
ditangani oleh supervisor modern adalah organisasi personalia sekolah yaitu
orang-orang yang melaksanakan pendidikan itu. Dengan cara ini mungkin
kesuksesan pendidikan tidak segera akan Nampak tetapi secara berangsur-angsur
dalam jangkah panjang sangat mungkin akan tercapai. Lagi pula kesuksesan
seperti itu akan lama bertahan bahkan cara ini dapat di pandang sebagai
strategi untuk melestarikan kesuksesan pendidikan
Bila metode intelegensi praktis yang akan dipilih
untuk menimbulkan kegairahan guru mengajar, konsekuensinya ialah para
supervisor harus mampu membimbing para guru cara menentukan metode-metode
belajar mengajar yang baru. Cara itu mengikuti metode analisis ilmiah
yang dipelopori oleh Jhon Dewey, yaitu dengan mengajukan hipotesis dan
menginterprestasi, akhirnya merumuskan metode baru.
Misalnya guru ingin menemukan metode belajar mengajar
lingkungan hidup yang refektif, yang dapat membuat para siswa sadar akan
pentingnya memelihara lingkungan hidup, paham akan caranya, dan mau
melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini supervisor akan memberi
kesempatan dan mendorong guru yang bersangkutan untuk mengadakan studi
literature untuk membentuk hipotesis, kemudian membuat rancangan eksperimen
kecil-kecilan, mengobservasi dan menilai fakta, kemudian menentukan keberhasilan
eksperimen tersebut. hasil ini yang akan menentukan apakah metode belajar
mengajar yang baru itu bisa dipakai atau tidak.
Dari uraian dapat disimpulkan bahwa supervise modern
adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah,
menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka
masing-masing. Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi
dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode
intelegensi praktis yang bersifat demokratis. Supervisi dilakukan dengan
cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan prinsip-prinsip yang di pakai
dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip materi dengan baik secara
vertical maupun secara horizontal.
Teori supervisi modern tersebut mungkin mengundang
pertanyaan, apakah teori itu dapat diterapkan di lapangan dalam arti cocok
dengan situasi dan kondisi pada zaman sekarang yang dikatakan sebagai zaman
modern ? Apakah guru-guru bisa dimanfaatkan untuk mengintervensi kemajuan
pendidikan ? apakah semua guru aktif ?, dinamis, mau bekerja keras tanpa pamrih
? Apakah semua besikap professional dalam arti bertekat meningkatkan profesinya
setinggi-tingginya ? berapa banyak gurukah yang dapat melepaskan dari
adat tradisional otoriter seperti di kemukakan Beeby dalam hasil penelitiannya
di Indonesia? berapa banyakah pemimpin pendidikan mampu melaksanakan prisip
demokrasi secara murni dalam rapat-rapat kerja di lingkungan masing-masing?.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut perlu dijawab melalui observasi di lapangan sebelum melaksanakan
supervise modern itu. Jawaban pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan
menentukan apakah supervisi itu bisa di laksanakan atau tidak. Atau dapat
dibentuk model supervisi yang khusus untuk Indonesia. Nampaknya yang dikatakan
oleh Robbins bahwa kita atau supervisor tida perlu ketat bercermin kepada teori
dalam melaksanakan tugas-tugasnya memang benar. Manfaatkanlah realita yang ada
sekarang untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya, yaitu kesuksesan dalam
bidang pendidikan.
6.
KECENDERUNGAN SUPERVISI PADA MASA MENDATANG.
Ada beberapa ramalan tentang bagaimana kemungkinan
supervisi pada masa yang akan datang. Yang bisa di kemukakan dua macam yang
satu meninjau supervisi dari sudut professional guru, sedang lain meninjau dari
sudut politik negara. Atau yang satu melihat kecenderungan supervisi
terpusat pada pengembangan profesi pendidik, yang lain melihat kecenderungan
itu bertitik pusat pada politik negara.
Marks nampak membatasi diri pada dunia pendidikan
rupanya menghubungkan pendidikan dengan situasi dunia sekarang, khususnya dalam
bidang politik, Lucia melihat kecenderungan-kecenderungan sekolah pada masa
yang akan datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang
pendidikan merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta memajukan
nusa dan bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan situasi dunia
yang penuh dengan usaha merebut pengaruh dan persaingan kekuatan di antara dua
negara raksasa. Pemerintah memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah
agar anggota masyarakat yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara,
berdiri sendiri, dan tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila demikian halnya, maka supervisor akan berada
diantara sebagian alat Negara dan dan sebagai professional. Karena itu
disarankan peranan supervisor sebagai berikut:
1.
Sebagai perantara dalam menyampaikan minat para siswa,
orag tua dan program sekolah kepada pemerintah dan badan-badan lain.
2.
Memonitor penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
3.
Merencanakan program untuk populasi pendidikan yang
baru
4.
.Mengembagkan program yang baru untuk jabatan baru
yang mungkin munculmengkombinasikan program yang di ajukan pemerintah,
perdagangan dan industry menilai dan meningkatkan pengertian gaya kehidupan.
5.
Memilih inovasi yang konsisten dengan masa yang akan
datang.
Ramalan yang sifatnya menjangkau terlalu jauh kepada
masa yang akan datang seringkali tidak tepat. Pengajaran dengan mesin
yang diramalkan pada tahun 1960-an akan menguasai dunia pendidikan, ternyata
hal itu tidak terjadi sampai sekarang . Oleh sebab itu membuat ramalan dalam
bidang supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu menjangkau
terlalu kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun) merumuskan
model supervisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang lampau dan antisipasi satu pelita.
C.
KESIMPULAN
Sejarah perkembangan supervisi
ternyata telah ada sejak pada masa awal, abad ke-18 sampai saat pada zaman yang
semakin modern ini. Pada bagian diatas telah dijelaskan mengenai perjalanan
supervisi dari yang sangat sederhana sampai saat masa-masa yang modern dan
semakin canggih. Kerjasama antara kepala sekolah dan personal sekolah lainya
sangat dipentingkan, demi mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih maksimal.
Setiap jangka waktu tertentu perlunya merumuskan model revisi yang baru atau
diperbaharui berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lampau atau yang telah di
lewati dan antisipasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selain personil
sekolah, orang tua dan masyarakat juga berperan penting dalam melaksanakan
supervisi yang berkualitas. supervise
modern adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah,
menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing.
Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi
mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang
bersifat demokratis.
DAFTAR
PUSTAKA
Herabudin,
Administrasi dan Supervisi Pendidikan,Bandung: Pustaka Setia 2009.
Pidarta,Made Pemikiran
Tentang Supervisi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara1992.
[1] Herabudin, administrasi
dan supervisi pendidikan,(bandung: pustaka setia 2009).h.195
[2] Pendidikan mendapat
perhatian sebagai hal yang sangat penting ialah pada zaman Sparta. Pemerintahan
pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa
dan negara. Pendidik bertugas pengembangkan, mempertahankan, dan melindungi
negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut Paidonomous.
Lihat Made Pidarta, pemikiran tentang supervisi pendidikan,(jakarta:
bumi aksara1992),h. 23-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar